Acara ini dibuka Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, dengan peserta dari kalangan Akademik, Anggota DPR dan DPD RI, serta mahasiswa dan Insan Pers.
Dalam sambutannya, Priyo Budi Santoso menyampaikan apresiasi terhadap pelaksanaan acara tersebut, karena DPR akan menentukan tentang arah, bangun dan desain parlemen apa yang akan dibangun dalam periode ini. Terhadap DPD yang terus memperjuangkan eksistensinya, diperlukan berbagai pendekatan untuk dapat duduk bersama. Intinya DPR akan terbuka, dan acara ini adalah ekspresinya.
Lebih jauh, Priyo Budi Santoso mengatakan: “ Demokrasi yang kita bangun hari ini, mengejutkan banyak pihak. Utusan kongres AS merasa takjub melihat demokrasi di Indonesia, yang sudah diluar batas pemikiran mereka. Benar AS adalah guru demokrasi. Seluruh mata tertuju pada demokrasi di AS, tetapi Indonesia telah mempraktekkan sistem demokrasi yang mendekati sistem Yunani Kuno. Itu buah karya amandemen di jaman reformasi. Kekuasaan Prwsiden sebagian terbagi ke gedung Parlemen, sebagian ke daerah.
Amandemen juga melahirkan bayi baru bernama DPD, MK dan KY. Dalam prosesnya ketika mendesain DPD, opsinya, luar biasa tarik menariknya, hingga yang sekarang ini. Dengan kewenangan “dapat”.
Terhadap keinginan DPD untuk amandemen, DPR membuka kesempatan seluasnya, hanya momentumnya kapan?
Begitupun kewenangan MPR yang melantik dan memberhentikan Presiden dan mengubah UUD adalah simbolik yang lima tahun sekali diadakan. Jadi amandemen konstitusi tercentrum pada dua hal, yaitu Presiden dan DPR.
Priyo Budi Santoso juga mengungkapkan tugas baleg yang khusus untuk seluruh Rancangan Undang-Undang, dari aspirasi anggota dewan, fraksi-fraksi, komisi-komisi atau inisiatif Presiden, harus lewat baleg untuk diharmonisasi. Meskipun nanti mekanisme yang sah tetap diberi kewenangan pada komisi atau pansus untuk diparipurna membahas dengan kewenangan penuh. Baleg ini lebih tekun, karena bicara pasal-pasal.
Selanjutnya, bagaimana menterjemahkan amandemen Undang-Undang Dasar dalam bentuk Undang-Undang yang memungkinkan tidak menyalahi aturan itu. Dengan demikian Undang-Undang tentang MD3 yang kemarin merupakan hasil maksimal kompromi dari kekuatan-kekuatan yang ada di parlemen bersama pemerintah nantinya akan diredefinasi atau definisi ulang, memungkinkan tidaknya DPD diberi senjata, cakra misalnya.
0 komentar:
Post a Comment